Sen. Nov 3rd, 2025

Hore! Hutan Kita Makin Modern

Esai Satir oleh Harri Safiari

“Hore!” teriak Rubi pagi itu, menatap layar gawainya yang menampilkan berita hangat:
“Luas Hutan Pulau Jawa Kini di Bawah 25%! Rekor Baru! Kita Makin Sesak!”

ALGIVON.ID – Rubi bersorak gembira, seolah baru menang undian dari perusahaan Sabun Colek ‘Tjap Tiga Doerian”. Padahal, yang menipis bukan lemak, tapi paru-paru pulau tempatnya berpijak, makin sempit.

Di ruang tamunya, poster Save Our Earth! dan Go Green or Go Home berjejer rapi, ditemani AC yang menderu, dan tiga lampu LED yang tetap menyala meski matahari sedang marah di luar sana.
Ironi, tapi siapa peduli?

Rubi bangga dengan kemajuan bangsanya.
“Tak perlu banyak hutan,” katanya. “Yang penting banyak mal, gudang, pabrik, dan coffee shop dengan taman plastik, dan jalan beton. Itu kan tanda modernitas.”

Di sudut imajinasinya, Korupsinikus—roh tua yang dulu dikutuk membatu karena korupsi lalu disangka fosil oleh para paleontolog, kini hidup berkat sinyal Wi-Fi—tertawa lirih.
“Dulu aku membuka amplop ke-2005, sekarang manusia membuka hutan ke-2005 hektare. Bedanya cuma pada label: dulu ‘suap’, sekarang ‘proyek strategis’.”

Begitulah. Kita pandai mengganti nama dosa agar terdengar lega dan merdu jadinya..
Hutan ditebang, tapi kita tanam lagi—di server, lewat carbon offset, green bond, dan program adopsi pohon virtual.
Pohon nyata tumbang, tapi pohon digital tumbuh subur di dunia maya.

Ironi sudah jadi gaya hidup.
Kita bicarakan lingkungan di ruang berpendingin, menandatangani komitmen hijau di hotel berbintang, lalu pulang lewat jalan tol yang menembus hutan bekas seminar itu sendiri.

Setiap tahun seminar diselenggarakan.
Rekomendasi disusun, difoto, diserahkan ke pejabat.

“Berkas ini besok pasti sampai di meja Presiden,” janji mereka.

Dan mungkin benar—sampai di meja. Tapi hanya sampai situ, jadi alas gelas kopi pagi, lalu ditumpahi!

Sementara itu, Mang Dudung—aktivis tua yang sudah muak bicara—hanya bergumam,
“Dari simposium ke FGD, dari janji ke janji, hutan tetap susut. Tapi semangat menyelamatkan hutan… makin banyak di spanduk dan baliho.”

Kini, Pulau Jawa tersisa 24% kawasan berhutan. Hutan aslinya bahkan tinggal 19%.
Kata para ahli, minimal harus 30% agar alam tetap waras.
Tapi, barangkali bukan hanya alam yang mulai gila.

Dan di akhir hari, Rubi kembali berseru, “Hore!”
Namun kali ini tanpa tanda seru—karena suara alam tenggelam di antara deru beton dan tepuk tangan para pencinta lingkungan bersertifikat, yang rutin menerima transferan ke nomor rekening pribadinya. (Selesai).

BACA JUGA: Korupsinikus  dan ADD yang Menguap 

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *