ALGIVON.ID – Dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Tiket Wisata di Kabupaten Pangandaran terus menjadi sorotan. Hingga kini, kasus yang melibatkan pemalsuan tiket dan dugaan penggunaan mesin EDC palsu ini belum menunjukkan perkembangan signifikan, malah masih memicu kekecewaan publik.
Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) 2023, tercatat total retribusi objek wisata sebesar Rp29,38 miliar, yang menjadi hampir seluruh sumber PAD sektor pariwisata Pangandaran. Angka ini menunjukkan besarnya potensi kebocoran jika pengelolaan tiket tidak diawasi secara ketat.
Jika hanya 10% dari retribusi tersebut tidak tercatat atau “bocor”, maka kerugian daerah bisa mencapai Rp2,93 miliar. Jika kebocoran mencapai 20%, nilainya membengkak hingga Rp5,87 miliar.
Tedi Yusnanda: APH Harus Bertindak, Jangan Ditutup-Tutupi
Direktur Eksekutif Sarasa Institute sekaligus anggota Forum Diskusi Masyarakat Pangandaran (Fokus Mapan), Tedi Yusnanda N., menegaskan pentingnya transparansi dan keberanian aparat penegak hukum (APH) dalam mengusut kasus ini.
“Ini bukan sekadar soal uang tiket. Ini menyangkut kepercayaan publik. Jika ada pelanggaran, segera ungkap secara terang benderang. Jangan sampai terkesan ditutup-tutupi,” ujarnya sepertidimuat pada Warta Indonesia News, 14 September 2025.
Tedi juga mengingatkan bahwa citra Pangandaran sebagai destinasi wisata nasional akan rusak jika kasus ini dibiarkan berlarut-larut tanpa kepastian hukum.
“Masyarakat sudah lelah dengan janji-janji. Jika ada pihak yang bermain, tindak tegas. Jika tidak, jelaskan kepada publik secara terbuka,” tegasnya.
Agus Chepy: Lakukan Audit Forensik dan Publikasikan Data
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Chepy Kurniadi menekankan pentingnya audit menyeluruh terhadap alur transaksi tiket wisata.
“Setiap rupiah dari sektor wisata harus jelas. Pemerintah daerah wajib mempublikasikan data penjualan tiket secara berkala agar publik bisa ikut mengawasi,” ujarnya seperti dimuat Jayantara News.com, 16 September 2025.
Agus menduga mandegnya kasus ini memperkuat kecurigaan publik bahwa ada intervensi di balik lambannya proses hukum.
“Audit forensik perlu segera dilakukan. Rekonsiliasi data antara jumlah tiket yang dicetak, data dari mesin EDC, dan uang yang masuk ke kas daerah harus dilakukan secara terbuka,” tambahnya.
Publik Tunggu Kejelasan
Dua pandangan ini menegaskan satu hal: kasus dugaan kebocoran PAD dari tiket wisata Pangandaran tidak boleh dibiarkan mengendap. Dengan basis data resmi LRA 2023 dan bukti indikasi di lapangan, publik kini menunggu langkah nyata dari APH, Inspektorat, dan Pemkab Pangandaran.
“APH jangan hanya diam. Hukum jangan tajam ke bawah, tumpul ke atas,” pungkas Tedi Yusnanda. (HS & RD)
BACA JUGA: Maman Fahturahman, JBN DPC Karawang, Ingatkan APH soal Maraknya Peredaran Obat Keras Golongan G

