Sen. Nov 3rd, 2025

Budidaya Lobster KJA di Pangandaran, Yudi Nurul Ihsan: Tidak Saling Mengganggu

ALGIVONIDTerkait polemik rencana budidaya lobster, di antaranya melalui penerapan keramba jaring apung (KJA) di pantai timur Pangandaran, Jawa Barat, kepada redaksi (13/8/2025), Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unpad, Prof. Yudi Nurul Ihsan, menyatakan, ”tentu, sudah berbasis riset dan tidak mengganggu keberlanjutan ekosistem laut di perairan setempat,” ujarnya via sambungan telepon.

Lebih lanjut menurut Prof Yudi Nurul Ihsan, yang getol bersama tim-nya merintis penelitian tentang benih bening lobster (BBL) di Pangandaran yang potensinya secara alamiah amat melimpah, “ini bisa menjadi daya saing utama bila kita bandingkan dengan upaya perbesaran BBL seperti di negara Vietnam,” ujarnya pula.

“Yakinlah, kita punya banyak keunggulan, apalagi risetnya sudah cukup lama. Pilihan lokasi pun, Unpad memiliki kampus di sana. Tambahan, riset yang melibatkan banyak pakar, menunjukkan BBL yang berasal dari perairan setempat memiliki keunggulan tertentu.

“Berdasar riset kami dari berbagai aspek, BBL itu sebaiknya ditangkap lalu dibudidayakan di area setempat. Rendahnya survival rate lobster atau BBL di laut bukan karena dimakan biota laut lain atau dimakan predator, melainkan kanibalisme. Maka sebaiknya dibudidayakan agar bermanfaat langsung secara ekonomi bagi warga sekitar,” papar Yudi sambil menambahkan -”Bukan hanya lobster, kerapu pun ada. Pastilah ini akan berdampak ekonomi besar.”

Dampak Positif bagi Warga Lokal

Masih kata Yudi, perihal zonasi peruntukannya masih memungkinkan diatur lebih baik lagi,”dipastikan tidak saling mengganggu atau tumpang tindih, kan luas wilayah perairan di sana cukup memadai, pun selain lobster juga ada kerapu, yakin akan berdampak positif secara ekonomi untuk warga sekitar.”

Diketahui, penataan wilayah ini telah diatur melalui Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Hal ini diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Proses penerbitan PKKPRL telah melewati pendaftaran daring melalui sistem online single submission (OSS), verifikasi administrasi, serta penilaian teknis bersama Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Jawa Barat,” terang Yudi.

Adapun lokasi KJA lobster di Pangandaran ini sesuai dengan Perda Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Artinya, via Perda ini, wilayah budidaya berada di Zona Pemanfaatan Terbatas Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pangandaran, “tentunya ini diizinkan atau perbolehkan,” papar Yudi sambil menambahkan – ”Usai punya PKKPRL, pelaku usaha wajib punya  persetujuan lingkungan, juga perizinan lainnya berupa Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko.”

Penuhi Izin

Yudi amatlah menyesalkan bila akhir-akhir ini merebak isu perusakan terhadap lingkungan, “tidak masuk akal jika masih dapat diatur sesuai dengan carrying capasity serta berdasarkan kajian, sehingga ijin pun dapat dikeluarkan, ujarnya.

Pertimbangan Yudi lainnya, perairan Pangandaran memiliki kondisi tenang, serta pada kedalaman 6-7 meter, dianggap sesuai untuk budidaya. Patut diingat, bila diterapkan di lokasi berombak besar:

“Ini rentan dapat mengganggu keberadaan infrastruktur KJA,” ujar Yudi sambil mengingatkan kegagalan pada 2018 lalu. Catatan redaksi, kala itu 8 KJA offshore (lepas pantai) rusak diterjang gelombang hanya dalam beberapa minggu setelah diresmikan Presiden RI ke-7 Joko Widodo pada 24 April 2018 di Pelabuhan Pendaratan Ikan Cikidang, Pangandaran, Jawa Barat.

Info lainnya, tiga lokasi yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2018 yakni di Pangandaran, Karimunjawa, serta Sabang (Aceh). Kala itu yang menjadi target budidaya via KJA Offshore berupa ikan kakap putih. Total APBN yang diserap untuk tiga unit KJA Offshore di tiga lokasi itu, sebesar Rp. 132,451 miliar. Tak mujurnya, persoalan ini hingga saat ini tak jelas keberadaannya. Artinya, beberapa kelompok profesional dan kelompok masyarakat perikanan khususnya, kerap mempertanyakan hal ini.

Kata Eka Santosa

Secara terpisah redaksi mengontak tokoh yang dikenal sebagai ‘Panglima Pemekaran Kabupaten Pangandaran’, Eka Santosa yang kini tinggal di Pasir Impun Kabupaten Bandung. Diketahui ia masih bergiat di bidang lingkungan hidup dan peduli terhadap budaya dan eksistensi masyarakat adat Jawa Barat.

“Tentu amat disesalkan masih terjadi polemik soal penempatan KJA di pantai Pangandaran. Harapannya, segera dicari titik temunya. Masa sedari dulu, kita terus berkutat dalam hal seperti ini. Terakhir  (2024 – re.) di Pangandaran ada klaim sepihak tanah  5 Ha di Tanjung Cemara Desa  Sukaresik, ini amat menguras enerji warga,” terangnya via telepon dengan nada sangat hati-hati.

”Secepatnya masalah ini diselesaikan secara damai dan baik-baik saja. Tidak ada itu klaim sepihak menyangkut keberadaan pantai, laut, maupun hutan sekalipun,” pungkasnya yang optimis polemik ini akan segera berakhir – “Mari kita berdayakan SDA dan SDM setempat dengan arif dan bijak.”  (HS/RD).

BACA JUGA: Potensi Limbah Kulit Jeruk sebagai Imunostimulan Alami dalam Budidaya Perikanan

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *