Esai Satire: Harri Safiari (Sserial “Mutiara Kata ala Korupsinikus”) #5
ALGIVON.ID — Dunia telah berubah. Dulu Korupsinikus hanya dikenal lewat cerita rakyat dan patung berlumut di museum. Kini, ia hidup lagi — tapi dalam wujud akun anonim dengan ratusan ribu pengikut. Nama akunnya: @PejuangIntegritas_Official.
Bio-nya berbunyi:
“Bukan siapa-siapa, hanya rakyat kecil yang cinta kebenaran (dan kontrak kerja sama).”
Setiap hari, Korupsinikus rajin mengunggah video pendek dengan suara bariton yang menenangkan, mengajak warganet “melawan korupsi”. Tapi anehnya, setiap kali ada pejabat tertentu dikritik, videonya tiba-tiba hilang, diganti dengan konten motivasi bertema “jangan iri pada kesuksesan orang lain”.
Suatu malam, dalam sebuah Space di platform X, Korupsinikus membuka diskusi berjudul:
“Revolusi Moral di Era Digital: Like, Share, dan Cuci Nama.”
Ratusan buzzer, influencer moral, dan spiritual content creator hadir dengan semangat.
Salah satunya, Duitiana Dewita, kini jadi public figure dengan tagline: “Anti Korupsi dari Studio ke Studio.”
Dalam diskusi itu, Korupsinikus memaparkan teori barunya:
“Revolusi moral kini tak butuh tindakan, cukup narasi. Semakin lantang kau bicara tentang kejujuran, semakin tak perlu kau melakukannya.”
Para peserta mengangguk kagum, beberapa langsung mencatat untuk dijadikan caption Instagram.
Korupsinikus lalu menjelaskan “Strategi Buzzerisasi Moral” dalam tiga langkah:
Langkah 1: Kuasai Narasi.
“Tak penting siapa yang benar. Yang penting siapa yang duluan trending.”
Langkah 2: Hujat Dulu, Klarifikasi Nanti.
“Bila musuh bicara, serang dengan kata ‘fitnah’. Bila teman berbuat dosa, sebut ‘ujian hidup’.”
Langkah 3: Jadikan Moral Sebagai Brand.
“Integritas kini tak harus nyata, cukup punya logo dan jingle yang menggugah.”
Dalam sesi tanya jawab, seorang buzzer muda bertanya polos:
“Guru, apakah revolusi moral ini benar-benar bisa mengubah negeri?”
Korupsinikus tertawa pelan, suaranya bergema bagai notifikasi.
“Tentu bisa, Nak. Minimal mengubah rekening, algoritma, dan citra publik. Bukankah itu sudah cukup revolusioner?”
Seluruh ruang virtual tertawa terbahak — tawa yang terdengar seperti notifikasi transfer masuk.
Sebelum mengakhiri siaran langsungnya, Korupsinikus menatap kamera dan berkata lembut:
“Kebenaran mungkin tidak viral, tapi pencitraan selalu punya sponsor. Maka, jangan cari kebenaran… buat saja versimu sendiri.”
Lalu layar gelap. Tapi dalam beberapa detik, muncul iklan baru:
“Kolaborasi integritas digital: Korupsinikus x Komunitas Anti Korupsi (dengan syarat dan ketentuan berlaku).” (Selesai).
BACA JUGA: Korupsinikus di Tahun Pemilu: Janji, Janji, dan Janji Lagi

