Cerita Pendek Satir oleh: Harri Safiari
ALGIVON.ID — Demi menjaga stabilitas rasa aman di tengah merebaknya wabah tuduhan “bersih hukum”, Pemerintah Konoha Raya meluncurkan program nasional bertajuk “Kebal Hukum untuk Semua Tanpa Pilih-Pilih Tanduk.”
Program ini diyakini akan memastikan setiap warga, terutama yang berpotensi melanggar hukum, tak lagi diganggu oleh rasa bersalah, aparat, atau logika publik.
“Selama ini yang bersih justru mencemaskan,” ujar Obrigodigod, Menteri Perlindungan Diri Sendiri (MPDS).
“Mereka yang terlalu bersih bisa mengancam ekosistem yang sudah berjalan harmonis puluhan tahun.”
Pernyataan itu disambut tepuk tangan panjang dari para pejabat yang maklum.
Namun, muncul penentangan dari kalangan yang disebut “hipokritikita” — para akademisi dari menara gading yang kini dindingnya mulai retak.
Mereka berdebat sengit:
“Bukankah makin tinggi tingkat kebal hukum justru menimbulkan kekacauan?”
“Bangsa kuat adalah bangsa dengan kekebalan hukum yang memadai!”
Perdebatan pun berakhir seperti biasa — tanpa hasil, tanpa rasa malu.
Pemerintah kemudian menyerukan agar publik tidak terjebak dalam “debat kusir tak produktif”. Sebab, menurut mereka, memperjuangkan unsur positif kebal hukum justru akan menumbuhkan kesejahteraan dan happines warga Konoha Raya.
“Saya sudah merasakan manfaat kursus kebal hukum di kecamatan,” tutur Dewinita Kuranggaul (46), pengelola yayasan pendidikan di Kota Gojred.
“Sekolah saya berlantai tujuh tanpa izin apa pun. Saat diperiksa, malah dapat hadiah Sertifikat Kepatuhan Kebal Hukum! Saya terharu, sungguh.”
Sementara itu, Korupsinikus, makhluk legendaris yang pernah dikutuk karena dosa masa lalunya, kini menjelma menjadi pembicara favorit di berbagai kursus “Peningkatan Kekebalan Hukum.”
“Baru kali ini saya menangis di depan peserta,” ujarnya terisak.
“Betapa tulus mereka ingin benar-benar kebal dari hukum.”
Sejak program ini dicanangkan, tiap keluarga di Konoha Raya berlomba mengikuti pelatihan dan praktik langsung: sogok-menyogok terang-terangan.
“Saya habis jutaan dolar KR (Konoha Raya), tapi lega,” kata Ruezza Kholida, pengusaha minyak berwajah licin tapi bahagia.
“Izin impor BBM saya yang semrawut malah dimaafkan. Rasanya seperti disucikan hukum.”
Lebih ajaib lagi, saat terungkap berbagai penyelewengan bansos, para tertuduh justru segera mendapat perlindungan penuh.
Dalam sekejap mereka bebas dari tuduhan.
Rakyat kecil? Tetap lapar, tapi kini dengan rasa hormat baru terhadap para “kebal hukum.”
“Itulah akibatnya kalau tak punya kekebalan hukum memadai,” kata Ubregado (35), tokoh muda Konoha Raya, saat memberi testimoni di kelas malam kursusnya.
“Kalau tak kebal, cepat atau lambat kita akan dikorupsi hidup-hidup.”
Dan benar saja, kebal hukum kini telah dianggap fondasi berbangsa dan bernegara.
Siapa pun yang menolak, dicap musuh stabilitas.
Yang tak punya kekebalan, tinggal menunggu giliran menjadi tumbal.
Di sebuah makam di pinggiran Kota Gojred, tertulis dengan tinta ungu kebiruan:
“Kini kusadari, kebal hukum itu penting di tengah kegarangan hidup yang tak ada putusnya.”
Tulisan itu tertera di batu nisan seorang warga Konoha Raya yang wafat tahun 2024 pada usia 86 tahun.
Semasa hidupnya, ia kaya raya dan berpengaruh — namun tak sempat ikut kursus kebal hukum.
Katanya, ia hidup “apa adanya dan selalu jujur.”
Dan itulah, barangkali, kesalahan terbesarnya.
(Selesai)
BACA JUGA: Kata Korupsinikus, Ijazah Palsu itu Asli!

